detik.com - Jakarta - Bencana kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah hingga sekarang belum terlihat akan tuntas, bahkan meluas. DPR meminta Pemerintah bekerja lebih keras.
"Asap ini harus ditanggapi terus. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Polhukam Luhut Panjaitan sudah melakukan langkah-langkah dengan mitra terkait. Karena ini sudah melanda tempat, provinsi, yang jumlahnya meluas dan sudah memakan korban jiwa," ujar Ketua DPR Setya Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Novanto mengimbau agar anggota dewan yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) bencana kabut asap segera melakukan peninjauan. Hal ini penting dan tak bisa ditunda. Bagi pelaku pembakaran hutan yang melibatkan perusahaan yang tak disiplin harus ditindak tegas.
"Masalah kebakaran yang terjadi ini tak bisa disamaratakan, ini tentu harus ditindak setegas-tegasnya," tuturnya.
Novanto juga mengatakan DPR akan mengevaluasi aturan soal pembakaran hutan. Izin pembakaran hutan untuk membuka lahan akan diperketat.
"Ini sudah sangat memudahkan, dan itu DPR akan mengkaji di Badan Legislasi untuk mengevaluasi sejak awal, izin dari pembakaran hutan. Karena berapa camat dan lurah yang izinkan (secara mudah), kita lihat dari sana," tutur politikus Golkar itu.
Undang-Undang yang mengatur pembukaan lahan dengan pembakaran yaitu Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berikut bunyi aturan larangan pembakaran hutan di Pasal 69 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, seperti dikutip detikcom dari situs resmi DPR RI:
Pasal (1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Pasal (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.
Terima Kasih atas informasinya min..
BalasHapus